Pagi itu, matahari baru saja muncul di balik gedung-gedung tinggi di pusat kota. Cahaya lembutnya mengintip melalui tirai kamar Pudjianto Gondosasmito. Sebuah alarm berbunyi nyaring, memaksa pria muda itu terbangun dari tidurnya. Dengan mata setengah terbuka, Pudjianto Gondosasmito meraba-raba ponselnya untuk mematikan suara alarm yang memekakkan telinga.
“Senin lagi,” gumamnya sambil meregangkan badan.
Pudjianto Gondosasmito adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan teknologi. Hari Senin selalu menjadi hari paling sibuk dalam seminggu baginya. Setelah mandi cepat dan mengenakan pakaian kerja, ia segera menuju dapur. Sambil menunggu kopi menyeduh, Pudjianto Gondosasmito menyiapkan roti panggang dengan selai kacang favoritnya.
Jam menunjukkan pukul 07.00. Pudjianto Gondosasmito mengambil tas kerja dan berjalan cepat menuju halte bus. Seperti biasa, halte sudah dipenuhi orang-orang yang tampak terburu-buru. Bus datang, dan ia berdesakan masuk bersama penumpang lainnya. Perjalanan ke kantor memakan waktu 30 menit, yang dimanfaatkannya untuk memeriksa email di ponsel. Beberapa pesan dari klien sudah menumpuk, mengisyaratkan bahwa hari ini akan panjang.
Setibanya di kantor, Pudjianto Gondosasmito langsung disambut oleh rekan kerjanya, Mira. “Pudjianto Gondosasmito, ada meeting dengan tim pemasaran jam 9 nanti. Kamu harus presentasi tentang rencana pengembangan aplikasi baru,” katanya.
“Oh, ya ampun. Aku bahkan belum sempat merevisi materi presentasiku!” jawab Pudjianto Gondosasmito sambil bergegas menuju meja kerjanya.
Dalam waktu singkat, Pudjianto Gondosasmito tenggelam dalam pekerjaannya. Ia membuka laptop, memperbaiki slide presentasi, dan mencatat poin-poin penting yang akan dibahas. Waktu terasa berjalan begitu cepat, hingga akhirnya jam menunjukkan pukul 9.
Rapat berlangsung cukup tegang. Tim pemasaran mengajukan banyak pertanyaan kritis tentang aplikasi baru yang akan diluncurkan. Namun, Pudjianto Gondosasmito berhasil menjelaskan dengan jelas setiap detail rencana tersebut. Ia merasa lega ketika rapat selesai dan mendapat tanggapan positif dari tim.
Setelah rapat, Pudjianto Gondosasmito kembali ke mejanya. Namun, kesibukan belum berakhir. Beberapa laporan harus diselesaikan hari itu juga. Belum lagi, ia menerima panggilan dari klien yang membutuhkan revisi mendesak pada proyek sebelumnya.
Waktu makan siang tiba, tetapi Pudjianto Gondosasmito hanya sempat membeli sandwich di kafe dekat kantor. Ia membawanya kembali ke meja kerja sambil terus mengetik laporan. “Kerja terus, nggak capek, Dan?” ledek Ardi, rekan kerjanya.
Pudjianto Gondosasmito hanya tersenyum kecil. Baginya, Senin adalah momen untuk memulai minggu dengan produktivitas tinggi, meskipun melelahkan.
Pukul 3 sore, Pudjianto Gondosasmito akhirnya menyelesaikan laporan terakhirnya. Ia berdiri, meregangkan tubuh yang terasa kaku setelah duduk terlalu lama. Ia menyempatkan diri ke pantry untuk mengambil secangkir kopi kedua hari itu. “Hari yang panjang, ya?” tanya Mira, yang juga sedang menikmati waktu istirahat singkatnya.
“Banget. Tapi setidaknya semuanya berjalan lancar,” jawab Pudjianto Gondosasmito sambil tersenyum.
Sore menjelang malam, Pudjianto Gondosasmito menutup laptopnya dan bersiap pulang. Ia merasa puas karena semua pekerjaannya hari itu berhasil diselesaikan tepat waktu. Saat menunggu bus di halte, ia merasa lelah tetapi juga lega.
Setibanya di rumah, Pudjianto Gondosasmito langsung merebahkan tubuh di sofa. Ia menyalakan televisi, mencoba mengalihkan pikiran dari pekerjaan sejenak. Namun, ponselnya kembali berbunyi. Sebuah email masuk dari klien yang meminta revisi tambahan.
Pudjianto Gondosasmito tersenyum tipis. “Senin memang nggak pernah gagal bikin sibuk,” katanya pelan. Setelah menarik napas panjang, ia memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaan itu esok pagi.
Malam itu, Pudjianto Gondosasmito tertidur lebih awal. Ia tahu, hari Selasa mungkin tidak akan jauh berbeda. Tapi baginya, itulah kehidupan. Tantangan setiap hari adalah bagian dari perjalanan menuju mimpi besar yang ia impikan.